Pertama; Bila ingat, disini masih ada tempat.

“Gue baru mau otw, Bima.” Dengan langkah tergesa melewati anak tangga. Jemari lihainya kesana-kemari mengambil apa saja yang belum dibawa.

Panggilan diseberang sana masih tersambung, suara teriakan Bima yang menyuruhnya bergesa terdengar nyaring di telinganya “Telinga gue sakit! Udah ya, gue mau ngebut kesana.”

Kini deruman motor Scoopy hitam kesayangan terdengar menjauhi lokasi rumah. Pagi ini mereka mengikuti seminar di Universitas lain, yang tentu saja Kiayu ikut serta dalam seminar tersebut.

Dimulai pukul 11:00 siang, dan Kiayu sampai 30 menit sebelum seminar dimulai, Kiayu sibuk memberi pesan pada Bima karena ia belum sama sekali menemukan aula yang dimaksud.

“Ayu, disini!” Lambaian tangan Bima terlihat dari jauhnya Ayu berada. Banyak mahasiswa lain di dalam ruangan bisa dihitung dengan jari, ada 56 mahasiswa termasuk Kiayu dan Bima.

“Habis seminar selesai, kita main sama anak-anak.” Bima berbicara dengan nada yang sangat kecil hingga Kiayu harus mendekatkan telinganya.

Bima, mahasiswa semester tujuh yang sekarang lagi masa stressnya, katanya sih begitu. Setiap hari ada aja yang buat dia ngeluh, misal kansas yang penuh, dan ia harus berjalan jauh ke kantin FK.

“Tumben. Gue gak janji, kayaknya abis ini langsung ke rumah sakit.” Tidak terkejut kenapa Kiayu sering bolak-balik ke rumah sakit, Bima dan teman-temannya tentu tahu jika adiknya mengidap penyakit Anemia Defisiensi Besi (ADB)

Bima mengangguk paham, sudah biasa jika Kiayu selalu tak ikut dalam acara kumpul-kumpul begini dengan alasan yang sama. Namun Bima tak berhenti memastikan “Beneran gak bisa? Maksud gue, apa gak mau main sebentar terus ke rumah sakit gitu?”

“Liat nanti aja. Seminarnya mau mulai, fokus.” Acara seminar siang ini pun dimulai, dibuka dengan pembawa acara dan isi-isi lainnya yang memang penting.

Deretan panggilan tak terjawab dan banyaknya pesan tak terbalas dari Ayah seakan mengatakan tidak untuk pergi. Kiayu menghela napas, berusaha menerima ini semua, demi adiknya walau ia sendiri tak mau kegiatannya selalu diatur.

“Bim, sorry hari ini gak bisa ngumpul lagi.” Bima sendiri hanya mengangguk paham, lagi. Entah sudah berapa kali Bima mengangguk dan selalu begitu saat Kiayu memberitahukan keadannya sekarang.

Bima sendiri merasa prihatin, di masa-masa sibuknya kuliah Kiayu tetap dipaksa pergi ke rumah sakit sekedar untuk menjaga adiknya yang tengah terbaring lemah. Padahal ada saudara lainnya yang tak sesibuk temannya itu, yang bisa dilakukan sekarang hanya menerima keadaan.

“Kalau gitu nanti kabarin keadaan adek lo di grup, ya. Ayu, gue pergi duluan!” Lambaian tangan diberikan pasa motor hitam yang sudah melaju menjauhi area lapangan universitas yang digunakan sebagai tempat seminar tadi. Sekarang, tujuan Kiayu selanjutnya rumah sakit.

“Gue baru mau otw, Bima.” Dengan langkah tergesa melewati anak tangga. Jemari lihainya kesana-kemari mengambil apa saja yang belum dibawa.

Panggilan diseberang sana masih tersambung, suara teriakan Bima yang menyuruhnya bergesa terdengar nyaring di telinganya “Telinga gue sakit! Udah ya, gue mau ngebut kesana.”

Kini deruman motor Scoopy hitam kesayangan terdengar menjauhi lokasi rumah. Pagi ini mereka mengikuti seminar di Universitas lain, yang tentu saja Kiayu ikut serta dalam seminar tersebut.

Dimulai pukul 11:00 siang, dan Kiayu sampai 30 menit sebelum seminar dimulai, Kiayu sibuk memberi pesan pada Bima karena ia belum sama sekali menemukan aula yang dimaksud.

“Ayu, disini!” Lambaian tangan Bima terlihat dari jauhnya Ayu berada. Banyak mahasiswa lain di dalam ruangan bisa dihitung dengan jari, ada 56 mahasiswa termasuk Kiayu dan Bima.

“Habis seminar selesai, kita main sama anak-anak.” Bima berbicara dengan nada yang sangat kecil hingga Kiayu harus mendekatkan telinganya.

Bima, mahasiswa semester tujuh yang sekarang lagi masa stressnya, katanya sih begitu. Setiap hari ada aja yang buat dia ngeluh, misal kansas yang penuh, dan ia harus berjalan jauh ke kantin FK.

“Tumben. Gue gak janji, kayaknya abis ini langsung ke rumah sakit.” Tidak terkejut kenapa Kiayu sering bolak-balik ke rumah sakit, Bima dan teman-temannya tentu tahu jika adiknya mengidap penyakit Anemia Defisiensi Besi (ADB)

Bima mengangguk paham, sudah biasa jika Kiayu selalu tak ikut dalam acara kumpul-kumpul begini dengan alasan yang sama. Namun Bima tak berhenti memastikan “Beneran gak bisa? Maksud gue, apa gak mau main sebentar terus ke rumah sakit gitu?”

“Liat nanti aja. Seminarnya mau mulai, fokus.” Acara seminar siang ini pun dimulai, dibuka dengan pembawa acara dan isi-isi lainnya yang memang penting.

─────────────────────────────

Deretan panggilan tak terjawab dan banyaknya pesan tak terbalas dari Ayah seakan mengatakan tidak untuk pergi. Kiayu menghela napas, berusaha menerima ini semua, demi adiknya walau ia sendiri tak mau kegiatannya selalu diatur.

“Bim, sorry hari ini gak bisa ngumpul lagi.” Bima sendiri hanya mengangguk paham, lagi. Entah sudah berapa kali Bima mengangguk dan selalu begitu saat Kiayu memberitahukan keadannya sekarang.

Bima sendiri merasa prihatin, di masa-masa sibuknya kuliah Kiayu tetap dipaksa pergi ke rumah sakit sekedar untuk menjaga adiknya yang tengah terbaring lemah. Padahal ada saudara lainnya yang tak sesibuk temannya itu, yang bisa dilakukan sekarang hanya menerima keadaan.

“Kalau gitu nanti kabarin keadaan adek lo di grup, ya. Ayu, gue pergi duluan!” Lambaian tangan diberikan pasa motor hitam yang sudah melaju menjauhi area lapangan universitas yang digunakan sebagai tempat seminar tadi. Sekarang, tujuan Kiayu selanjutnya rumah sakit.

“Gue baru mau otw, Bima.” Dengan langkah tergesa melewati anak tangga. Jemari lihainya kesana-kemari mengambil apa saja yang belum dibawa.

Panggilan diseberang sana masih tersambung, suara teriakan Bima yang menyuruhnya bergesa terdengar nyaring di telinganya “Telinga gue sakit! Udah ya, gue mau ngebut kesana.”

Kini deruman motor Scoopy hitam kesayangan terdengar menjauhi lokasi rumah. Pagi ini mereka mengikuti seminar di Universitas lain, yang tentu saja Kiayu ikut serta dalam seminar tersebut.

Dimulai pukul 11:00 siang, dan Kiayu sampai 30 menit sebelum seminar dimulai, Kiayu sibuk memberi pesan pada Bima karena ia belum sama sekali menemukan aula yang dimaksud.

“Ayu, disini!” Lambaian tangan Bima terlihat dari jauhnya Ayu berada. Banyak mahasiswa lain di dalam ruangan bisa dihitung dengan jari, ada 56 mahasiswa termasuk Kiayu dan Bima.

“Habis seminar selesai, kita main sama anak-anak.” Bima berbicara dengan nada yang sangat kecil hingga Kiayu harus mendekatkan telinganya.

Bima, mahasiswa semester tujuh yang sekarang lagi masa stressnya, katanya sih begitu. Setiap hari ada aja yang buat dia ngeluh, misal kansas yang penuh, dan ia harus berjalan jauh ke kantin FK.

“Tumben. Gue gak janji, kayaknya abis ini langsung ke rumah sakit.” Tidak terkejut kenapa Kiayu sering bolak-balik ke rumah sakit, Bima dan teman-temannya tentu tahu jika adiknya mengidap penyakit Anemia Defisiensi Besi (ADB)

Bima mengangguk paham, sudah biasa jika Kiayu selalu tak ikut dalam acara kumpul-kumpul begini dengan alasan yang sama. Namun Bima tak berhenti memastikan “Beneran gak bisa? Maksud gue, apa gak mau main sebentar terus ke rumah sakit gitu?”

“Liat nanti aja. Seminarnya mau mulai, fokus.” Acara seminar siang ini pun dimulai, dibuka dengan pembawa acara dan isi-isi lainnya yang memang penting.